Sabtu, September 28, 2013
0
oleh:
Farid Eko Prastyo - 44112120001

 ...

Apakah benar jika mereka berkata, “Badai pasti berlalu hujan pastiberhenti dan pelangi akan tersenyum sesudahnya”…?
 
Terlihat dari kejauhan seorang perempuan mengenakan kaos berwarna hijau tua dan rok panjang. Dia kerudungkan jaket hitam yang nampak basah karena embun menutup rambut merahnya di malam kelabu itu. Sepi, dingin dan gelap. Dia sangat payah dan lelah, melangkahkan kakinya sempoyongan. Gugup dan bingung, menundukkan kepala dan terus saja berjalan di pinggir kota itu. Detak jantungnya tak beratur, napas mulai sesak. Dia sangat bingung kala itu, merasakan hal yang tak pernah bisa Dia nalar.
    Dia kelelahan, dia sakit hati, merasa tidak dibutuhkan oleh semua orang dekatnya, namun Dia bingung hendak kemanakah harus berteduh karena malam itu awan sudah menunjukkan kemurkaannya. "Setiap pertanyaan pasti ada jawaban, setiap maksud pasti ada tujuan. Namun apakah setiap kesalahan ada ampunan?", pikirnya dalam hati.
    Langkah kakinya tiba-tiba terhenti, Dia menatap langit namun tak ada cahaya dari rembulan dan bintang. Hanya kelamnya awan dan guntur yang saling sambar. "Tuhan... apakah aku masih bersalah?" gumamnya dengan suara lirih. Mata berlinang, dia jatuh berlutut. "Tuhan... apakah daku masih pantas menatap sinar mentari esok pagi?", teriaknya di malam itu. "Tuhan... apakah daku masih memiliki daya?", teriaknya kedua kali. Suaranya terdengar sangat keras, Dia  menjerit bak duri tajam menancap di telapak kaki kirinya.
    Hujan deras pun turun membasahi air matanya. Dia hampir mati rasa, dinginnya malam dan air hujan seolah tak dihirau.    Dia berdiri, berjalan namun tak tau hendak kemana. Dia tak berteman, hanya gemericik dinginnya tirta kahyangan yang terlihat di seluruh tempat itu. Dia terus saja melangkah dalam tangisnya yang tertutup air hujan, gelegar guntur tak kan menghentikan langkahnya. Bisik sang bayu tak dia hiraukan.
    "Tolong... tolong... tolonglah Tuhan...", bisiknya dalam hati. Dia melihat beberapa gubuk kecil di samping jalan yang Dia lewati, ingin Dia ketuk pintu seraya berteduh namun hatinya rancu karena itu sudah sangat larut malam. "Semua orang telah terlelap dalam dunia fana", pikirnya. Dia sangat bingung dan terus saja berlari meski hujan masih deras mengucur. Dia bertanya-tanya pada dirinya sendiri.
    Napasnya terengah, dia lihat ada pohon trembesi besar nan teduh di depan. Dia berteduh di sana, dia benar-benar merasa sendiri dan kesepian seperti terasingkan  oleh seluruh manusia bumi. Dia melihat sekitar, hanya ada air yang menggenang. "Tuhan... dimanakah Engkau? rangkul daku dalam ringkihku, Tuhan", gumamnya sambil menangis. Detik terus berjalan namun tiadalah kepastian.
    Hujan mulai mereda, asap-asap basah yang berhembus perlahan mulai sirna. Merah merona berkembang menyapu sang bintang timur. Dia terhenti dari tangis. Berdiri dengan ringkih. Pandang kedua matanya tanpa kedip. “Tuhan… Kau telah datang?”, tanya dalam hati.

...

0 komentar:

Posting Komentar