Cerita Tentang Saya
Sudah sekitar 22 tahun saya menginjakan kaki di planet bernama bumi ini. Saya minum airnya, hirup udaranya dan tumbuh atas padi yang merunduk di atas tanahnya. Keajaiban Tuhan yang pertama, Tuhan memberi saya kehidupan, 20 Juni di tahun 1991 pada jam 01.55 WIB. Terlahir di Indonesia sebagai seorang wanita calon anak bungsu di keluarga yang luar biasa, saya diberi nama Niko Kusmayanti. Menurut sesepuh, nama itu adalah nama terbaik yang diberikan untuk saya, sedikit aneh memang, wanita dengan nama kelelaki-lelakian. Jika saja nama akhir saya Kusmayanto mungkin tidak akan ada yang menyangka bahwa saya seorang wanita. Ya begitulah..nama Niko diambil dari bahasa Jawa yang berarti ‘’itu’’ karena kebetulan kakak saya adalah laki laki dan diberi nama Niki yang artinya ‘’ini’’, mereka merasa nama ini cocok untuk sepasang anaknya dan yaa apa boleh buat, toh saya tidak bisa complain tentang itu saat masih bayi.
Sempat empat tahun hidup di Perumahan Cipondoh Makmur, Kelurahan Cipondoh Kota Tangerang bersama kedua orang tua dan kakak laki-laki saya, keajaiban lain yang Tuhan beri untuk saya. Ibu luar biasa yang cantik dan lembut, yang membasuh luka di lutut saat saya terjatuh, memberikan obat cacing hanya karena saya kurus dan tidak suka makan. Ayah yang begitu penyayang dan bertanggung jawab bekerja hingga larut hanya untuk memenuhi semua keinginan anak-anaknya, yang menyempatkan dirinya yang lelah untuk bermain dengan anaknya selepas kerja, menina bobokan, menggendong saya dengan kain sarung berwarna hijau kotak kotak lusuh yang masih ada sampai saat ini. Dengan kakak laki-laki yang melindungi saya dari nakalnya anak-anak komplek yang lain. Sudah banyak yang terlupa, tapi memori indahnya saat saat itu masih terekam hingga sekarang. Ya.. Tuhan berkehendak lain..jodoh mereka hanya sampai saat itu saja, saat saya berumur empat tahun. Dan itu mengharuskan saya ikut dengan Ibu untuk melanjutkan TK nol besar di kampung halamannya Sumedang.
Tak henti bersyukur pada Tuhan dengan keajaiban-Nya, kejadian itu tidak membuat saya menjadi anak nakal dan pemalas. Karena saat melanjutkan TK nol besar di sana, saya menunjukan prestasi yang baik, bisa menjuarai lomba menyanyi dan lomba menghitung itu cukup membuat hati Ibu bangga. Meski kadang kadang membuat Ibu kewalahan dengan tingkah polah saya yang jail dengan teman teman yang lain. Tak berhenti di situ, saat saya SD Ibu tak pernah absen untuk naik panggung setiap ahir semester untuk mengambil hadiah saya sebagai juara 1 di kelas. Menghadiri perlombaan saya sebagai murid teladan, lomba baca puisi atau lomba kawih sunda yang di selenggarakan di kecamatan. Bahkan Ibu sampai menangis saat saya menjuarai lomba pencak silat saat saya kelas 5 SD. Memang hanya tingkat kecamatan, dan yaaaa di Sumedang..tapi sudah membuktikan pada orang tua saya bahwa perpisahan mereka bukanlah alasan untuk tidak berprestasi dan bahkan membuat mereka bangga, itu saja sudah cukup.
Bakat bisa bernyanyi dan bisa tampil di depan orang banyak itu dilanjutkan di SMP dan SMA yang masih di Sumedang juga. Saya mengikuti Marching Band sekolah, lomba pidato dan cepat tangkas matematika saat SMP, lomba menari tradisional dan upacara adat juga saya ikuti. Sedikit bermasalah ketika hendak menentukan kelanjutan sekolah, sejak kecil saya selalu bercita cita menjadi dokter, hal itu membuat saya ingin memasuki sekolah farmasi selepas SMP, tapi apa boleh buat Ayah saya yang saat itu sedang repot repotnya dengan kelahiran anak pertamanya dari istrinya yang baru tidak bisa memenuhi biaya sekolah farmasi yang sangat mahal. Hingga ahirnya saya memutuskan untuk masuk SMA dengan harapan bisa masuk IPA dan mendapat beasiswa untuk kuliah di Kedokteran. Ternyata saat kita berumur 16 hingga 17 tahun, itu adalah masa yang benar benar labil. Kemarin ingin menjadi dokter, tetapi hanya karena saya bisa menjuarai Lomba pidato Bahasa Inggris dan Menulis cerpen hasrat untuk memasuki kedokteran pupus begitu saja, dan berbelok untuk menjadi seorang pembicara, semacam Anouncer atau Presenter yang menurut saya berpeluang untuk mengenal dan belajar dengan orang-orang berpengaruh, orang-orang cerdas dan berpengalaman yang menjadikan saya berwawasan luas.
Selulus SMA dan kembali ke Tangerang,3 tahun memendam keinginan untuk kuliah di jurusan Bahasa Inggris, karena harus terlebih dahulu bekerja untuk sedikit mengurangi beban orang tua yang kini memiliki anak anak kecil yang tidak lain adalah adik adik saya, tidak menyurutkan niat untuk tetap melanjutkan kuliah. Meski tidak di jurusan Bahasa Inggris yang saya inginkan, tetapi saya tetap mengambil jurusan dengan keinginan yang saya ingin capai, yaitu dunia jurnalistik.
Tidak banyak yang saya ketahui tentang dunia pertelevisian, karena saya hanya bekerja di bidang yang sebenarnya jauh dari dunia itu, Manufakturing. Industri sepatu dengan Brand NIKE, menjadi seorang auditor dan trainer disana merupakan keajaiban lain dari Tuhan, karena pada awal masuk bekerja, saya hanya bertanggung jawab sebagai seorang operator yang mengoperasikan mesin untuk membuat sepatu dari bahan mentah sampai bisa dipakai. Karena saya cukup bisa berbahasa Inggris dan sedikit mengerti tentang Komputer maka saya diangkat sebagai staff.
Kuliah di Universitas Mercu Buana jurusan Broadcasting mudah-mudahan adalah awal pilihan yang tepat untuk memasuki dunia jurnalistik yang saya idamkan, memiliki banyak teman yang sudah lama berkecimpung di dunia itu merupakan awal yang baik untuk membangun relasi masuk ke dalamnya. Om Dodi.. teman pertama saya di Universitas ini adalah guru yang baik untuk belajar mengenai dunia broadcasting, pengalaman yang banyak dan luar biasa menjadikan Ia seorang yang cerdas bukan hanya tentang teknik pertelevisian tapi juga kehidupan sehari hari dan pergaulannya. Selain karena umurnya yang sedikit lebih dewasa dari saya itulah kenapa saya memanggilnya dengan sebutan ‘’Om’’. Canggung dan kaku dengan mereka karena terpesona dengan pengetahuannya yang luar biasa di dunia jurnalistik itu sebenarnya sedikit tidak nyaman. Tetapi butuh waktu untuk beradaptasi dan bisa berbaur di dalamnya. Semoga ini adalah awal yang baik untuk keberhasilan di masa depan. Amin.
Hal tersulit dalam hidup ini adalah mengatur diri sendiri, bukan tentang ujian dari Tuhan atau menentukan pilihan dalam kehidupan. Tuhan itu Maha segalanya, tetapi tidak ada keajaiban Tuhan tanpa kejaiban keteguhan hati untuk teratur dalam jalur baik dalam hidup.
Sudah sekitar 22 tahun saya menginjakan kaki di planet bernama bumi ini. Saya minum airnya, hirup udaranya dan tumbuh atas padi yang merunduk di atas tanahnya. Keajaiban Tuhan yang pertama, Tuhan memberi saya kehidupan, 20 Juni di tahun 1991 pada jam 01.55 WIB. Terlahir di Indonesia sebagai seorang wanita calon anak bungsu di keluarga yang luar biasa, saya diberi nama Niko Kusmayanti. Menurut sesepuh, nama itu adalah nama terbaik yang diberikan untuk saya, sedikit aneh memang, wanita dengan nama kelelaki-lelakian. Jika saja nama akhir saya Kusmayanto mungkin tidak akan ada yang menyangka bahwa saya seorang wanita. Ya begitulah..nama Niko diambil dari bahasa Jawa yang berarti ‘’itu’’ karena kebetulan kakak saya adalah laki laki dan diberi nama Niki yang artinya ‘’ini’’, mereka merasa nama ini cocok untuk sepasang anaknya dan yaa apa boleh buat, toh saya tidak bisa complain tentang itu saat masih bayi.
Sempat empat tahun hidup di Perumahan Cipondoh Makmur, Kelurahan Cipondoh Kota Tangerang bersama kedua orang tua dan kakak laki-laki saya, keajaiban lain yang Tuhan beri untuk saya. Ibu luar biasa yang cantik dan lembut, yang membasuh luka di lutut saat saya terjatuh, memberikan obat cacing hanya karena saya kurus dan tidak suka makan. Ayah yang begitu penyayang dan bertanggung jawab bekerja hingga larut hanya untuk memenuhi semua keinginan anak-anaknya, yang menyempatkan dirinya yang lelah untuk bermain dengan anaknya selepas kerja, menina bobokan, menggendong saya dengan kain sarung berwarna hijau kotak kotak lusuh yang masih ada sampai saat ini. Dengan kakak laki-laki yang melindungi saya dari nakalnya anak-anak komplek yang lain. Sudah banyak yang terlupa, tapi memori indahnya saat saat itu masih terekam hingga sekarang. Ya.. Tuhan berkehendak lain..jodoh mereka hanya sampai saat itu saja, saat saya berumur empat tahun. Dan itu mengharuskan saya ikut dengan Ibu untuk melanjutkan TK nol besar di kampung halamannya Sumedang.
Tak henti bersyukur pada Tuhan dengan keajaiban-Nya, kejadian itu tidak membuat saya menjadi anak nakal dan pemalas. Karena saat melanjutkan TK nol besar di sana, saya menunjukan prestasi yang baik, bisa menjuarai lomba menyanyi dan lomba menghitung itu cukup membuat hati Ibu bangga. Meski kadang kadang membuat Ibu kewalahan dengan tingkah polah saya yang jail dengan teman teman yang lain. Tak berhenti di situ, saat saya SD Ibu tak pernah absen untuk naik panggung setiap ahir semester untuk mengambil hadiah saya sebagai juara 1 di kelas. Menghadiri perlombaan saya sebagai murid teladan, lomba baca puisi atau lomba kawih sunda yang di selenggarakan di kecamatan. Bahkan Ibu sampai menangis saat saya menjuarai lomba pencak silat saat saya kelas 5 SD. Memang hanya tingkat kecamatan, dan yaaaa di Sumedang..tapi sudah membuktikan pada orang tua saya bahwa perpisahan mereka bukanlah alasan untuk tidak berprestasi dan bahkan membuat mereka bangga, itu saja sudah cukup.
Bakat bisa bernyanyi dan bisa tampil di depan orang banyak itu dilanjutkan di SMP dan SMA yang masih di Sumedang juga. Saya mengikuti Marching Band sekolah, lomba pidato dan cepat tangkas matematika saat SMP, lomba menari tradisional dan upacara adat juga saya ikuti. Sedikit bermasalah ketika hendak menentukan kelanjutan sekolah, sejak kecil saya selalu bercita cita menjadi dokter, hal itu membuat saya ingin memasuki sekolah farmasi selepas SMP, tapi apa boleh buat Ayah saya yang saat itu sedang repot repotnya dengan kelahiran anak pertamanya dari istrinya yang baru tidak bisa memenuhi biaya sekolah farmasi yang sangat mahal. Hingga ahirnya saya memutuskan untuk masuk SMA dengan harapan bisa masuk IPA dan mendapat beasiswa untuk kuliah di Kedokteran. Ternyata saat kita berumur 16 hingga 17 tahun, itu adalah masa yang benar benar labil. Kemarin ingin menjadi dokter, tetapi hanya karena saya bisa menjuarai Lomba pidato Bahasa Inggris dan Menulis cerpen hasrat untuk memasuki kedokteran pupus begitu saja, dan berbelok untuk menjadi seorang pembicara, semacam Anouncer atau Presenter yang menurut saya berpeluang untuk mengenal dan belajar dengan orang-orang berpengaruh, orang-orang cerdas dan berpengalaman yang menjadikan saya berwawasan luas.
Selulus SMA dan kembali ke Tangerang,3 tahun memendam keinginan untuk kuliah di jurusan Bahasa Inggris, karena harus terlebih dahulu bekerja untuk sedikit mengurangi beban orang tua yang kini memiliki anak anak kecil yang tidak lain adalah adik adik saya, tidak menyurutkan niat untuk tetap melanjutkan kuliah. Meski tidak di jurusan Bahasa Inggris yang saya inginkan, tetapi saya tetap mengambil jurusan dengan keinginan yang saya ingin capai, yaitu dunia jurnalistik.
Tidak banyak yang saya ketahui tentang dunia pertelevisian, karena saya hanya bekerja di bidang yang sebenarnya jauh dari dunia itu, Manufakturing. Industri sepatu dengan Brand NIKE, menjadi seorang auditor dan trainer disana merupakan keajaiban lain dari Tuhan, karena pada awal masuk bekerja, saya hanya bertanggung jawab sebagai seorang operator yang mengoperasikan mesin untuk membuat sepatu dari bahan mentah sampai bisa dipakai. Karena saya cukup bisa berbahasa Inggris dan sedikit mengerti tentang Komputer maka saya diangkat sebagai staff.
Kuliah di Universitas Mercu Buana jurusan Broadcasting mudah-mudahan adalah awal pilihan yang tepat untuk memasuki dunia jurnalistik yang saya idamkan, memiliki banyak teman yang sudah lama berkecimpung di dunia itu merupakan awal yang baik untuk membangun relasi masuk ke dalamnya. Om Dodi.. teman pertama saya di Universitas ini adalah guru yang baik untuk belajar mengenai dunia broadcasting, pengalaman yang banyak dan luar biasa menjadikan Ia seorang yang cerdas bukan hanya tentang teknik pertelevisian tapi juga kehidupan sehari hari dan pergaulannya. Selain karena umurnya yang sedikit lebih dewasa dari saya itulah kenapa saya memanggilnya dengan sebutan ‘’Om’’. Canggung dan kaku dengan mereka karena terpesona dengan pengetahuannya yang luar biasa di dunia jurnalistik itu sebenarnya sedikit tidak nyaman. Tetapi butuh waktu untuk beradaptasi dan bisa berbaur di dalamnya. Semoga ini adalah awal yang baik untuk keberhasilan di masa depan. Amin.
Hal tersulit dalam hidup ini adalah mengatur diri sendiri, bukan tentang ujian dari Tuhan atau menentukan pilihan dalam kehidupan. Tuhan itu Maha segalanya, tetapi tidak ada keajaiban Tuhan tanpa kejaiban keteguhan hati untuk teratur dalam jalur baik dalam hidup.
0 komentar:
Posting Komentar