Sabtu, September 14, 2013
0


CERITA TENTANG SAYA


Ya! aku Citra Resta Perdana, dilahirkan 20 tahun yang lalu, disebuah rumah sakit di daerah timur jawa. Tidak ada yang istimewa pada saat aku dilahirkan, hanya tangisan bayi mungil yang cantik jelita dan kebahagiaan kedua orang tuaku. Aku tumbuh menjadi gadis kecil periang yang banyak tingkah, meski begitu, papaku menyayangi aku walaupun aku sering memanjat pohon dan memintanya untuk menurunkanku. Sering juga aku menari nari di depan kaca dan berbicara sendiri layaknya agnes monica yang membawakan acara tralala trilili. Atau kadang kala aku sering menirukan dialog cerita rakyat bawang merah bawang putih. Maka itu, aku berkeinginan menjadi artis kelak aku dewasa nanti.

Kalau melihat sekilas fisik kedua orang tuaku, bisa jadi ketidak miripan antara aku dan mereka hanya terletak pada tinggi badan. Papa, dengan tinggi 170 dengan kulit kuning langsat, sedang mama dengan tinggi 165 dan kulit sawo matang, membuat aku bingung, dulu mama sempat ngidam apa ya? Sampai tinggiku hanya 150cm? baiklah abaikan itu.

Papa sosok seorang ayah yang tak pernah pantang menyerah memberikan semua yang aku mau dan aku minta. Pontang panting bekerja dan tak kenal lelah membuatku bangga padanya. Sedangkan mama, wanita yang sangat aku sayangi, mama membuatku mengerti akan susahnya menjadi seorang ibu. Mengurus anak, suami dan rumah. Dan susahnya hidup pernah aku rasakan ketika aku malu berjalan membawa setenteng tempat penuh berisi nasi kuning dan nasi goreng untuk aku jajakan kepada teman-temanku di SD dulu. Aku yang dibantu adik pertamaku Kharisma, berjalan menyusuri lorong sekolah untuk berjualan. Satu demi satu bungkus nasi terjual dengan harga 1500 perak. Kadang kalau tidak habis aku memakan beberapa bungkus dengan adikku. Mama selalu memberiku upah untuk satu bungkus nasi yang terjual, waktu itu hanya dihargai 50rupiah sebungkusnya. Ada perasaan senang ketika melihat dagangan yang aku bawa habis terjual, ini yang membuatku tidak lagi menutupi sebagian mukaku dengan sehelai sapu tangan saat berjalan menuju sekolah dengan tentengan berat yang aku bawa. 

Disekolah, aku cenderung mencintai pelajaran bahasa dan kesenian. Oleh karena itu, nilai yang aku dapat selalu memuaskan. Dan matematika, rasanya aku mulai mengerti mengapa banyak anak seusiaku pada waktu itu mulai mengikuti kursus-kursus pelajaran berhitung itu. Nilai nol pernah kudapatkan saat ulangan, karena aku hanya membaca soal dan menulisnya kembali. Karena kecintaanku pada musik, tak heran aku mengikuti ekstrakulikuler paduan suara. Dari tingkat sekolah dasar sampai jenjang SMP aku aktif mengikutinya. Disetiap pentas seni acara sekolah, aku selalu terlibat. Entah menjadi vokalis band amburadul, atau sekedar menyanyi diiringi petikan gitar akustik, menari modern, MC, atau sekedar menjadi figuran di pentas drama. Seringnya menjadi bintang di pentas seni, membuat aku tertarik mengikuti audisi film indie yang diselenggarakan di sekolahku pada waktu itu, dengan memakai seragam putih biru sepulang sekolah, aku kebagian akting sebagai saudara tiri yang jahat. Berkat peran itu aku berkesempatan menjadi salah satu pemain di film indie berjudul “MY FIRST FALL IN LOVE”. 

Menginjak SMA, orang tuaku membebaskanku untuk memilih dimana aku akan bersekolah. SMK menjadi alternatif sekolah untuk aku melanjutkan pendidikanku. Semula, aku bingung, jurusan apa yang akan aku ambil untuk melanjutkan masa SMAku. Banyak jurusan yang ditawarkan. Tapi, biasanya teman-teman perempuanku memilih tata boga atau tata busana sebagai jurusan jagoannya. Jangankan memasak yang aneh-aneh, membuat telur ceplok saja, aku bingung bagaimana membaliknya. Atau membuat pola untuk membuat baju pesta, melihat celanaku yang sobek saja, aku langsung merengek pada mama untuk membetulkannya. Teknik siaran radio menjadi pilihan utamaku dan tidak ada pembanding untuk semua jurusan yang ditawarkan di SMK negeri di kota kecil di pinggiran jawa timur itu. Anganku, setelah aku lulus dari sekolah kejuruan ini, aku dapat merajut sedikit demi sedikit mimpi menjadi seorang bintang. Yah paling tidak orang yang bisa ditonton walaupun hanya membawakan berita dengan durasi 3 menit di TV, atau orang yang didengar suaranya di radio walaupun sekilas mendengar banyak yang mengganti channelnya, atau yang menulis di surat kabar tentang berita menarik di bagian kecil di sudut Koran. 

Benar saja seusai lulus dari SMK, aku menjajal kemampuanku dengan mengikuti audisi atau mengisi lowongan menjadi penyiar radio atau televisi. Satu demi satu stasiun radio dan TV aku masuki. Tapi belum ada satupun yang mempercayakan posisi itu padaku. Gagal, gagal lagi, lagi-lagi gagal. Sampai titik kejenuhanku akan kegagalan itu semakin memuncak. Aku putus asa. Aku mulai tak menghiraukan email-email yang masuk terkait dengan informasi lowongan mencari penyiar-penyiar berbakat tanah air. Atau info yang datangnya dari kerabat atau teman dekat. Aku muak dengan mimpi. Aku muak bermimpi. 

Sambil mengisi kekosongan waktu karena belum bekerja, aku sering membaca buku tentang bagaimana menjadi penyiar profesional, atau biografi seorang penyiar. Nasihat dari orang tua, terutama mama yang meyakinkanku akan kegagalan adalah proses berhasil yang tertunda, masih belum membuat aku percaya aku dapat menjadi yang aku inginkan. Yah setidaknya sebentar saja kala itu. Sampai akhirnya waktu menungguku pun usai, aku berkesempatan menjadi presenter di TV lokal untuk acara berita hiburan. Selain itu, kesempatan menjadi penyiar radio pun aku juga dapatkan. Banyak belajar dari dunia penyiaran membuatku mencintai pekerjaan ini. Karena memang dari awal aku sudah menginginkannya. Jadi tak heran kesempatan demi kesempatan aku gunakan untuk belajar dan menambah pengalamanku.

Berusaha dan belajar dengan giat ternyata dibutuhkan untuk mencapai apa yang kita inginkan. Bersabar, berdoa dan mencoba juga masuk dalam proses. Tapi, jangan lupakan kegagalan. Jangan menyerah pada kegagalan. Karena Tuhan pasti berikan jalan untuk kegagalan yang kita hadapi.  

0 komentar:

Posting Komentar