CERITA
TENTANG SAYA
Ya! aku Citra Resta Perdana,
dilahirkan 20 tahun yang lalu, disebuah rumah sakit di daerah timur jawa. Tidak
ada yang istimewa pada saat aku dilahirkan, hanya tangisan bayi mungil yang
cantik jelita dan kebahagiaan kedua orang tuaku. Aku tumbuh menjadi gadis kecil
periang yang banyak tingkah, meski begitu, papaku menyayangi aku walaupun aku
sering memanjat pohon dan memintanya untuk menurunkanku. Sering juga aku menari
nari di depan kaca dan berbicara sendiri layaknya agnes monica yang membawakan
acara tralala trilili. Atau kadang kala aku sering menirukan dialog cerita
rakyat bawang merah bawang putih. Maka itu, aku berkeinginan menjadi artis
kelak aku dewasa nanti.
Kalau melihat sekilas fisik kedua
orang tuaku, bisa jadi ketidak miripan antara aku dan mereka hanya terletak
pada tinggi badan. Papa, dengan tinggi 170 dengan kulit kuning langsat, sedang
mama dengan tinggi 165 dan kulit sawo matang, membuat aku bingung, dulu mama
sempat ngidam apa ya? Sampai tinggiku hanya 150cm? baiklah abaikan itu.
Papa sosok seorang ayah yang tak
pernah pantang menyerah memberikan semua yang aku mau dan aku minta. Pontang
panting bekerja dan tak kenal lelah membuatku bangga padanya. Sedangkan mama, wanita
yang sangat aku sayangi, mama membuatku mengerti akan susahnya menjadi seorang
ibu. Mengurus anak, suami dan rumah. Dan susahnya hidup pernah aku rasakan
ketika aku malu berjalan membawa setenteng tempat penuh berisi nasi kuning dan
nasi goreng untuk aku jajakan kepada teman-temanku di SD dulu. Aku yang dibantu
adik pertamaku Kharisma, berjalan menyusuri lorong sekolah untuk berjualan.
Satu demi satu bungkus nasi terjual dengan harga 1500 perak. Kadang kalau tidak
habis aku memakan beberapa bungkus dengan adikku. Mama selalu memberiku upah
untuk satu bungkus nasi yang terjual, waktu itu hanya dihargai 50rupiah
sebungkusnya. Ada perasaan senang ketika melihat dagangan yang aku bawa habis
terjual, ini yang membuatku tidak lagi menutupi sebagian mukaku dengan sehelai
sapu tangan saat berjalan menuju sekolah dengan tentengan berat yang aku bawa.
Disekolah, aku cenderung mencintai pelajaran
bahasa dan kesenian. Oleh karena itu, nilai yang aku dapat selalu memuaskan. Dan
matematika, rasanya aku mulai mengerti mengapa banyak anak seusiaku pada waktu
itu mulai mengikuti kursus-kursus pelajaran berhitung itu. Nilai nol pernah
kudapatkan saat ulangan, karena aku hanya membaca soal dan menulisnya kembali.
Karena kecintaanku pada musik, tak heran aku mengikuti ekstrakulikuler paduan
suara. Dari tingkat sekolah dasar sampai jenjang SMP aku aktif mengikutinya.
Disetiap pentas seni acara sekolah, aku selalu terlibat. Entah menjadi vokalis
band amburadul, atau sekedar menyanyi diiringi petikan gitar akustik, menari
modern, MC, atau sekedar menjadi figuran di pentas drama. Seringnya menjadi
bintang di pentas seni, membuat aku tertarik mengikuti audisi film indie yang
diselenggarakan di sekolahku pada waktu itu, dengan memakai seragam putih biru
sepulang sekolah, aku kebagian akting sebagai saudara tiri yang jahat. Berkat
peran itu aku berkesempatan menjadi salah satu pemain di film indie berjudul
“MY FIRST FALL IN LOVE”.
Menginjak SMA, orang tuaku
membebaskanku untuk memilih dimana aku akan bersekolah. SMK menjadi alternatif
sekolah untuk aku melanjutkan pendidikanku. Semula, aku bingung, jurusan apa
yang akan aku ambil untuk melanjutkan masa SMAku. Banyak jurusan yang
ditawarkan. Tapi, biasanya teman-teman perempuanku memilih tata boga atau tata
busana sebagai jurusan jagoannya. Jangankan memasak yang aneh-aneh, membuat
telur ceplok saja, aku bingung bagaimana membaliknya. Atau membuat pola untuk
membuat baju pesta, melihat celanaku yang sobek saja, aku langsung merengek
pada mama untuk membetulkannya. Teknik siaran radio menjadi pilihan utamaku dan
tidak ada pembanding untuk semua jurusan yang ditawarkan di SMK negeri di kota
kecil di pinggiran jawa timur itu. Anganku, setelah aku lulus dari sekolah
kejuruan ini, aku dapat merajut sedikit demi sedikit mimpi menjadi seorang
bintang. Yah paling tidak orang yang bisa ditonton walaupun hanya membawakan
berita dengan durasi 3 menit di TV, atau orang yang didengar suaranya di radio
walaupun sekilas mendengar banyak yang mengganti channelnya, atau yang menulis
di surat kabar tentang berita menarik di bagian kecil di sudut Koran.
Benar saja seusai lulus dari SMK,
aku menjajal kemampuanku dengan mengikuti audisi atau mengisi lowongan menjadi
penyiar radio atau televisi. Satu demi satu stasiun radio dan TV aku masuki.
Tapi belum ada satupun yang mempercayakan posisi itu padaku. Gagal, gagal lagi,
lagi-lagi gagal. Sampai titik kejenuhanku akan kegagalan itu semakin memuncak.
Aku putus asa. Aku mulai tak menghiraukan email-email yang masuk terkait dengan
informasi lowongan mencari penyiar-penyiar berbakat tanah air. Atau info yang datangnya
dari kerabat atau teman dekat. Aku muak dengan mimpi. Aku muak bermimpi.
Sambil mengisi kekosongan waktu
karena belum bekerja, aku sering membaca buku tentang bagaimana menjadi penyiar
profesional, atau biografi seorang penyiar. Nasihat dari orang tua, terutama
mama yang meyakinkanku akan kegagalan adalah proses berhasil yang tertunda,
masih belum membuat aku percaya aku dapat menjadi yang aku inginkan. Yah
setidaknya sebentar saja kala itu. Sampai akhirnya waktu menungguku pun usai,
aku berkesempatan menjadi presenter di TV lokal untuk acara berita hiburan.
Selain itu, kesempatan menjadi penyiar radio pun aku juga dapatkan. Banyak
belajar dari dunia penyiaran membuatku mencintai pekerjaan ini. Karena memang
dari awal aku sudah menginginkannya. Jadi tak heran kesempatan demi kesempatan
aku gunakan untuk belajar dan menambah pengalamanku.
Berusaha
dan belajar dengan giat ternyata dibutuhkan untuk mencapai apa yang kita
inginkan. Bersabar, berdoa dan mencoba juga masuk dalam proses. Tapi, jangan
lupakan kegagalan. Jangan menyerah pada kegagalan. Karena Tuhan pasti berikan
jalan untuk kegagalan yang kita hadapi.
0 komentar:
Posting Komentar