Sebut
saja Jampang. Saya bertemu dengan Si Jampang ini di mercubuana. Sebenarnya saya
tidak terlalu memperhatikan dia tetapi teman saya, Indah, mengatakan bahwa Si
Jampang sangat rupawan dengan kulitnya yang putih bersih, bulu jambang yang
menghiasi wajahnya, rambut hitam, dibalut dengan celana jeans dan kaos yang
semakin memperindah sosok ini. Setelah saya memperhatikan untuk sesaat,
ternyata benar sosok ini sangat indah dipandang mata. Wajar saja jika kita
memiliki ekspektasi sendiri terhadap orang yang baru kita temui. Begitu pun
halnya yang terjadi dengan saya. Saya berpikiran bahwa dengan wajah serupawan
itu pasti Si Jampang berkepribadian sombong, sangat pemilih dalam hal pertemanan,
tidak banyak bicara dan selalu berpembawaan cool. Tapi ekspektasi hanyalah
sebuah ekspektasi, dia bukanlah kenyataan. Dan ekspektasi yang saya buat
sebelumnya adalah salah besar. Si Jampang bukanlah sosok yang cool, bukan
seorang yang tidak banyak bicara dan bukan pula orang yang pemilih. Dia agak
sedikit “gampangan” menurut saya. Gampang dibodohi, gampang dipermainkan dan
gampang diajak bercanda. Apalagi candaan yang bersifat dewasa.
Waktu
terus berputar dan tak terasa sudah hampir 3 bulanan saya berteman dengan Si
Jampang. Banyak hal yang terjadi diantara kami. Pada suatu ketika Si Jampang
membuat grup di watsap dengan nama “Gembel” yang mengikutsertakan saya dan
Indah. Lain halnya dengan Si Jampang yang mungkin merasa dirinya adalah gembel,
saya merasa risih dengan nama grup kami. Suatu sabtu malam saya dengan Indah
mengganggu Si Jampang yang sedang berpacaran dengan mengirimkan pesan-pesan
yang tidak wajar. Seperti misalnya permintaan pertanggungjawaban yang dilontarkan oleh Indah perihal kehamilan yang
ditanggungnya akibat perbuatan Si Jampang. Pada awalnya Jampang masih
menanggapi candaan cabul kami tapi kemudian setelah beberapa lama kami dengan
sengaja menyinggung mengenai pacar dia. Kami mengejek Jampang dengan kata-kata
bahwa pacarnya adalah seorang nenek-nenek renta yang sudah tidak kuat berjalan,
keriput dan ompong. Pada saat itu juga dia langsung keluar dari grup kami dan
secara personal mengirimkan pesan kepada saya bahwa dia marah. Hal ini membuat
saya shock. Saya tidak menyangka jika Si Jampang akan marah karena selama saya
mengenalnya, dia tidak pernah marah kepada saya. Lalu saya sangat merasa
bersalah. Mungkin saya dan Indah melontarkan candaan yang sudah diluar batas
dan dia tidak suka jika kami mengejek pacarnya. Maka saya segera meminta maaf
kepada dia dan menjelaskan bahwa apa yang kami kirimkan hanyalah candaan
semata. Tapi dia tidak mau mendengarkan penjelasan saya. Saya pun meminta Indah
yang pada saat itu berada diluar Jakarta untuk meminta maaf juga kepada Jampang
karena dia pun bersalah dalam hal ini. Jawaban Indah sangat membuat saya
jengkel karena dia tidak mau meminta maaf. Dia merasa tidak akan kembali ke
Jakarta dan tidak akan pernah lagi bertemu Si Jampang jadi untuk apa meminta
maaf.
Hal ini
malah membuat kami berdua berselisih karena saya sangat menyayangkan pemikiran
Indah. Walaupun dia merasa tidak akan pernah bertemu Jampang tidak seharusnya
dia lari dari tanggung jawab. Hingga beberapa hari kami tidak saling
berhubungan untuk sekedar menanyakan kabar, padahal biasanya tidak pernah
seharipun terlewat tanpa ada pesan dari Indah. Merasa tidak enak sendiri karena
saya harus bertengkar dengan Jampang dan Indah saya pun memberanikan diri
mengirim pesan kepada Jampang bahwa karena saya menyuruh Indah untuk meminta
maaf kepadanya kami berdua jadi berselisih. Terungkaplah fakta disini. Jampang
mengatakan bahwa marah-marahnya dia hanyalah candaan belaka. Astaga saya sudah
benar-benar putus asa karena harus bertengkar dengan dirinya dan karena hal itu
juga saya menjadi bertengkar dengan Indah tapi ternyata semua ini hanya
akal-akalan dari Si Jampang. Sekali lagi saya merasa tidak enak kepada Indah
karena sudah berselisih paham dengannya hanya karena masalah yang ternyata
candaan. Akhirnya saya menjelaskan hal tersebut kepada Indah dan kamipun
kembali berhubungan baik.
0 komentar:
Posting Komentar